Aset tetap adalah aset berwujud yang digunakan untuk operasional perusahaan. Aset tetap ini nilainya akan selalu berkurang, dan dihitung dalam akuntansi adalah setiap satu periode.
Ada dua faktor yang mempengaruhi
besarnya penyusutan. Dua faktor itu adalah nilai aktiva tetap yang digunakan
dalam perhitungan penyusutan (dasar penyusutan) dan taksiran manfaat. Dasar
penyusutannya dapat berupa harga perolehan atau nilai buku. Nilai maksimum
aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah harga perolehannya. Tetapi ada
kalanya, dianggap bahwa setelah habis pakai, aktiva tetap yang bersangkutan
masih mempunyai nilai, yang disebut nilai sisa (residual, scrap atau salvage value). Nilai sisa adalah taksiran harga pasar aktiva tetap pada akhir masa
manfaat. Dalam hal demikian, nilai yang dapat disusutkan adalah harga perolehan
dikurangi nilai sisa.
Taksiran manfaat
mencerminkan besarnya kapasitas/manfaat aktiva tetap selama dapat dipakai.
Taksiran ini dapat dinyatakan dalam lamanya jangak waktu pemakaian (umur
berguna atau masa manfaat = useful lives)
atau kapasitas produksi yang dapat dihasilkan. Untuk menghitung penyusutan,
taksiran manfaat dinyatakan dalam tarif penyusutan. Dengan uraian, pada
dasarnya penyusutan aktiva tetap untuk satu tahun dapat dihitung dengan rumus:
Beban
Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Ada
beberapa cara untuk menghitung penyusutan yaitu :
Baca Juga : Ayat Jurnal Penyesuaian
Metode Garis Lurus
Baca Juga : Ayat Jurnal Penyesuaian
Metode Garis Lurus
Dalam metode ini, beban penyusutan
dialokasikan berdasarkan berlalunya waktu, dalam jumlah yang sama sepanjang
masa manfaat aktiva tetap. Beban penyusutan dihitung dengan rumus:
Beban
Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Dasar
Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai
Sisa
Tarif penyusutan ini dapat dengan mudah
dihitung sebagai 100% dibagi dengan taksiran masa manfaat. Misalnya, apabila
taksiran masa manfaat adalah 5 tahun, maka tariff penyusutannya adalah:
100% = 20%
5
Sebagai contoh anggaplah bahwa pada
tanggal 2 Januari 2017 dibeli sebuah kendaraan dengan harga Rp 12.500 (sudah
termasuk bea balik nama dan lain-lain). Nilai sisa diperkirakan Rp 1.550. Umur kendaraan
diperkirakan 5 tahun. Beban penyusutan tahunan dihitung sebagai berikut:
Beban Penyusutan = 20% (Rp 12.500 – Rp 1.550)
= Rp 2.190
Beban penyutan tahun pertama ( dan
tahun-tahun berikutnya) dicatat sebagai berikut
(D) Beban penyusutan Rp 2.190
(K) Akumulasi penyusutan Rp
2.190
Harga perolehan, beban penyusutan per
tahun, akumulasi penyusutan dan nilai buku kendaraan tersebut selama lima tahun
tampak seperti terlihat dibawah ini:
Tahun
|
Harga Perolehan
|
Beban Penyusutan
|
Akumulasi Penyusutan
|
Nilai Buku
|
1
|
Rp 12.500
|
Rp 2.190
|
Rp 2.190
|
Rp 10.310
|
2
|
Rp 12.500
|
Rp 2.190
|
Rp 4.380
|
Rp 8.120
|
3
|
Rp 12.500
|
Rp 2.190
|
Rp 6.570
|
Rp 5.930
|
4
|
Rp 12.500
|
Rp 2.190
|
Rp 8.760
|
Rp 3.740
|
5
|
Rp 12.500
|
Rp 2.190
|
Rp 10.950
|
Rp 1.550
|
Metode
Saldo Menurun
Dalam metode ini beban penyusutan
makin menurun dari tahun ke tahun. Pembebanan yang makin menurun didasarkan
pada anggapan bahwa semakin tua, kapasitas aktiva tetap dalam memberikan
jasanya juga akan makin menurun. Dalam metode ini, beban penyusutan dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Beban penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar
Penyusutan
Dasar Penyusutan = Nilai Buku Awal
Periode
Biasanya tarif penyusutan yang
digunakan adalah dua kali tarif metode garis lurus. Misalnya apabila suatu
aktiva tetap ditaksir akan berumur 5 tahun, maka tarif penyusutannya adalah 40%
yaitu dua kali tarif metode garis lurus sebesar 20%. Dengan menggunakan contoh
kendaraan seperti yang telah disebutkan diatas, beban penyusutan pada tahun
pertama akan dihitung sebagai berikut:
Beban
Penyusutan = 40% (12.500 – 0) = Rp 5.000
Perhatikan bahwa nilai buku pada awal
tahun pertama adalah sama dengan harga perolehannya, yaitu 12.500. pada saat
ini akumulasi penyusutannya sama dengan nol. Penyusutannya tahun pertama
dicatat sebagai berikut:
(D) Beban penyusutan Rp 5.000
(K) Akumulasi penyusutan Rp
5.000
Pada akhir tahun kedua, beban
penyusutannya dihitung sebagai berikut:
Beban
penyusutan = 40% x (Rp 12.500 – Rp 5.000) = Rp 3.000
Nilai buku pada awal tahun kedua sama
dengan harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan pada saat itu,
yang jumlahnya sama dengan Rp 5.000. Penyusutan tahun kedua ini dicatat sebagai
berikut:
(D) Beban
penyusutan Rp
3.000
(K) Akumulasi
penyusutan Rp
3.000
Harga
perolehan, beban penyusutan per tahun akumulasi penyusutan dan nilai buku
kendaraan dalam contoh tadi selama lima tahun tampak sebagai berikut:
Tahun
|
Harga Perolehan
|
Beban Penyusutan
|
Akumulasi Penyusutan
|
Nilai Buku
|
1
|
Rp 12.500
|
Rp 5.000
|
Rp 5.000
|
Rp 7.500
|
2
|
Rp 12.500
|
Rp 3.000
|
Rp 8.000
|
Rp 4.500
|
3
|
Rp 12.500
|
Rp 1.800
|
Rp 9.800
|
Rp 2.700
|
4
|
Rp 12.500
|
Rp 1.080
|
Rp 10.880
|
Rp 1.620
|
5
|
Rp 12.500
|
Rp 70
|
Rp 10.950
|
Rp 1.550
|
Diatas telah dijelaskan bahwa dalam
metode saldo menurun, tariff penyusutan dihitung sebesar dua kali tarif metode garis
lurus dengan tidak memperhatikan adanya nilai sisa. Walaupun demikian, aktiva
tetap yang bersangkutan tidak boleh disusutkan sampai dibawah nilai sisa. Untuk
menggambarkan mengenai masalah ini, perhatikan penyusutan yang dilakukan pada
tahun kelima. Pada permualaan tahun kelima nilai buku kendaraan adalah Rp
1.620. Dengan menggunakan cara perhitungan yang biasa, beban penyusutan untuk
tahun ini seharusnya adalah 40% dari Rp 1.620 sama dengan Rp 648. Tetapi
apabila jumlah ini yang dicatat sebagai beban penyusutan, maka pada akhir tahun
kelima nilai buku kendaraan menjadi Rp 972. Nilai sisa yang diperkirakan semula
adalah Rp 1.550. Berdasarkan ketentuan diatas, penyusutan yang dibebankan pada
tahun kelima hanyalah Rp 70 yaitu Rp 1.620 dikurangi dengan Rp. 1.550.
Metode Jumlah Angka Tahun
Dalam metode ini jumlah penyusutannya akan semakin menurun dari tahun ke tahun. Adapun untuk cara perhitungan beban penyusutannya sebagai berikut:
Dalam metode ini jumlah penyusutannya akan semakin menurun dari tahun ke tahun. Adapun untuk cara perhitungan beban penyusutannya sebagai berikut:
Beban
penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Dasar
Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai
Sisa
Dasar Penyusutan pada metode ini adalah
harga perolehan dikurangi nilai sisa. Tarif penyusutan dalam metode ini akan
merupakan suatu bilangan pecahan yang makin lama makin kecil. Pembilang dalam
pecahan adalah angka-angka tahun yang ada selama masa manfaat aktiva tetap.
Jadi, apabila suatu aktiva tetap ditaksir berumur lima tahun, maka angka-angka
tahun yang adalah 1,2,3,4, dan 5. Sebagai penyebut dalam pecahan adalah jumlah
angka-angak tahun yang ada. Contohnya 1+2+3+4+5 = 15
Beban penyusutan tahun pertama dihitung
sebagai berikut:
Beban
penyusutan = Tarif Penyusutan x (Harga Perolehan – Nilai Sisa)
= 5/15 x (Rp 12.500 – Rp 1.550)
= Rp 3.650
Beban
penyusutan untuk tahun kedua adalah sebagai berikut:
Beban
penyusutan = Tarif Penyusutan x (Harga Perolehan – Nilai Sisa)
= 4/15 x (Rp 12.500 – Rp 1.550)
= Rp 1.920
Pencatatan beban penyusutan untuk
tiap-tiap tahun tidak berbeda dengan sebelumnya. Apabila disusun dalam bentuk
table, harga perolehan, beban penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan , dan
nilai buku kendaraan selama lima tahun akan tampak terlihat seperti dibawah
ini:
Tahun
|
Harga Perolehan
|
Beban Penyusutan
|
Akumulasi Penyusutan
|
Nilai Buku
|
1
|
Rp 12.500
|
Rp 3.650
|
Rp 3.650
|
Rp 8.850
|
2
|
Rp 12.500
|
Rp 2.920
|
Rp 6.570
|
Rp 5.930
|
3
|
Rp 12.500
|
Rp 2.190
|
Rp 8.760
|
Rp 3.740
|
4
|
Rp 12.500
|
Rp 1.460
|
Rp 10.220
|
Rp 2.280
|
5
|
Rp 12.500
|
Rp 730
|
Rp 10.950
|
Rp 1.550
|
Dalam contoh diatas dianggap bahwa
kendaraan dapat dibeli pada tanggal 2 Januari 2017. Jadi, awal penyusutan
dimulai sama dengan awal tahun buku perusahaan. Apabila awal penyusutan tidak
sama awal tahun buku perusahaan, maka beban penyusutan untuk tahun kedua dan
seterusnya harus dihitung atas dasar dua tarif penyusutan. Untuk menggambarkan
hal ini anggaplah bahwa kendaraaan dalam contoh diatas dibeli pada tanggal 1
April 2017. Dalam contoh ini, tahun penyusutan tidak sama dengan tahun buku.
Masa penyusutan tahunan dimulai pada tanggal 1 April 2017 sedangkan tahun buku
dimulai pada tanggal 1 Januari 2017. Tarif penyusutan dalam metode ini
berhubungan dengan masa penyusutan. Oleh karena itu, tarif untuk masa
penyusutan pertama misalnya berlaku dari tanggal 1 April 2017 sampai dengan 1
Maret 2018. Pada tanggal 31 Desember 2017, masa penyusutan dengan tarif 5/15
baru berlaku 9 bulan, sehingga beban penyusutan untuk tahun buku 2017 dihitung
sebagai berikut:
Beban
penyusutan = 9/12 x 5/15 (Rp 12.500 – Rp 1.550)
= Rp 2.737,5
Untuk tahun buku 2017, beban
penyusutan akan meliputi dua bagian masa penyusutan, yakni dari 1 Januari
sampai dengan 31 Maret 2018 yang tercakup dalam penyusutan dengan tarif 5/15
dalam periode 1 April sampai dengan 31 Desember 2017 yang tercakup dalam masa
penyusutan dengan tarif 4/15. Beban penyusutan untuk tahun buku 2018, dihitung
sebagai berikut:
Masa
penyusutan dengan tarif 5/15 = 3/12 x 5/15 x Rp 10.950 = Rp 912,5
Masa
penyusutan dengan tarif 4/15 = 9/12 x 4/15 x Rp 10.950 = Rp 2.190
Rp 3.102,5
Demikianlah, maka beban penyusutan
untuk tahun-tahun buku selanjutnya akan dihitung berdasarkan dua masa
penyusutan. Perlu dicatat, bahwa cara perhitungannya hanya berlaku untuk metode
jumlah angka tahun saja.
Metode Unit Produksi
Dalam metode ini taksiran masa manfaat dinyatakan dalam kapasitas produksi yang dapat dihasilkan. Kapasitas produksi itu sendiri dapat dinyatakan dalam bentuk unit produksi, jam pemakaian, kilometer pemakaian atau unit-unit kegiatan. Harga perolehan dikurangi nilai sisa adalah dasar penyusutan. Tarif penyusutan dihitung sebagai presentase produksi aktual terhadap kapasitas produksi. Beban penyusutan untuk setiap periode dihitung dengan mengalikan tariff penyusutan dengan dasar penyusutan. Untuk menggambarkan metode penyusutan anggaplah bahwa pada tanggal 2 Januari 2017 dibeli suatu mesin dengan harga Rp 55.000. Mesin itu diperkirakan mempunyai nilai sisa sebesar Rp 5.000. Selama masih dapat digunakan, mesin tersebut diperkirakan dapat menghasilkan 1.000.000 unit barang. Dalam tahun 2017 diproduksi 245.000 unit. Beban penyusutan untuk tahun 2017 dihitung sebagai berikut:
Dalam metode ini taksiran masa manfaat dinyatakan dalam kapasitas produksi yang dapat dihasilkan. Kapasitas produksi itu sendiri dapat dinyatakan dalam bentuk unit produksi, jam pemakaian, kilometer pemakaian atau unit-unit kegiatan. Harga perolehan dikurangi nilai sisa adalah dasar penyusutan. Tarif penyusutan dihitung sebagai presentase produksi aktual terhadap kapasitas produksi. Beban penyusutan untuk setiap periode dihitung dengan mengalikan tariff penyusutan dengan dasar penyusutan. Untuk menggambarkan metode penyusutan anggaplah bahwa pada tanggal 2 Januari 2017 dibeli suatu mesin dengan harga Rp 55.000. Mesin itu diperkirakan mempunyai nilai sisa sebesar Rp 5.000. Selama masih dapat digunakan, mesin tersebut diperkirakan dapat menghasilkan 1.000.000 unit barang. Dalam tahun 2017 diproduksi 245.000 unit. Beban penyusutan untuk tahun 2017 dihitung sebagai berikut:
Tarif Penyusutan = Produksi Aktual
Kapasitas
Produksi
=
245.000
1.000.000
Beban Penyusutan = Tarif
Penyusutan x Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan = Harga
Perolehan – Nilai Sisa
= 24,5% (Rp 55.000 – Rp 5.000)
= Rp 12.250
Demikian, maka tarif
dan beban penyusutan akan bervariasi dari tahun ke tahun tergantung pada
produksi actual yang dicapai dalam tahun yang bersangkutan. Jika ada yang kurang dimengerti tulis dikolom komentar kita bahas bersama. Serta jangan lupa di share ya !!!
3 komentar
Write komentarMantap materi akuntansinya gan.. Lengkap.. Jgn lupa kunjgn balik jg gan.
Replykonten baguus...sangat membantu...mantulllll....
ReplyDalam penyusutan terdapat nilai sisa atau nilai residu , berikut pengertiannya
Replykrishandsoftware.com/blog/874/nilai-residu-dalam-aktiva-tetap/