Showing posts with label Perpajakan. Show all posts
Showing posts with label Perpajakan. Show all posts

Sunday 11 March 2018

akuntansi_akuntan

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN (PPH)


Dasar Pengenaan Pajak

Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalag penghasilan bruto.

Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP).

Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)              = Pengahasilan Neto

Penghasilan Kena Pajak ( WP orang pribadi = Penghasilan Neto – PTKP

Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Perhitungan besarnya Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1.    Menggunakan Pembukuan.

2.    Menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.
Menghitungan Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan




Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagihm dan memelihara penghasilan, termasuk:

1.    Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

·         Biaya pembelian bahan.

·         Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorium, bonus, dll.

·         Bunga, sewa, dan royalty.

·         Biaya perjalanan.

·         Biaya pengolahan limbah.

·         Premia asuransi.

·         Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

·         Biaya administrasi.

·         Pajak, kecuali Pajak Penghasilan.

2.    Depresiasi atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi.

3.    Iuran kepada dana pension yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

4.    Kerugian karena penjualan atau harta yang dimiliki.

5.    Kerugian selesih kurs mata uang asing.

6.    Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

7.    Biaya beasiswa magang , dan pelatihan.

8.    Piutang-piutang nyata tidak dapat ditagih.

9.    Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian, dan sumbangan fasilitas pendidikan, serta biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

10. Kompensasi kerugian Fiskal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun).

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto

Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat berikut:

1.    Prederan bruto (Omset) kurang dari Rp 4,8 milliar per tahun.

2.    Mengajukann permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku.

3.    Menyelenggarakan pencatatan.

Read More

Thursday 8 March 2018

akuntansi_akuntan

MEMAHAMI KONSEP PAJAK PENGHASILANK (PPh)


PAJAK PENGHASILAN


PAJAK PENGHASILAN

Pengantar

Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Undang-Undang PPh menganut asas materiil, artinya mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.


Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah:

1.    Orang pribadi.

2.    Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

3.    Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.

4.    Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Subjek Pajak dibedakan menjadi 2 yaitu Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri. Berikut perbedaan dari kedua Subjek Pajak:

Wajib Pajak Dalam Negeri
Wajib Pajak Luar Negeri
·         Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia.
·         Dikenakan pajak berdasrkan penghasilan netto.
·         Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum (Tarif UU PPh pasal 17).
·         Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
·         Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
·         Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto.
·         Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (tarif UU PPh pasal 26)
·         Tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)


Kewajiban Pajak Subjektif

Berikut ini tabel mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif:

MULAI
BERAKHIR
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi:
·         Saat dilahirkan
·         Saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan:
·         Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi:
·         Saat meninggal
·         Saat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan:
·         Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat berkedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT:
·         Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT:
·         Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT:
·         Saat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT:
·         Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
Warisan Belum Terbagi:
·         Saat timbulnya warisan yang belum terbagi.

Warisan Belum Terbagi:
·         Saat warisan telah selesai dibagikan.



Tidak Termasuk Subjek Pajak

Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:

1.    Kantor perwakilan Negara asing.

2.    Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:

·         Bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia.

·         Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3.    Organisasi Internasional, dengan syarat:

·         Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.

·         Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dai iuran para anggota.

4.    Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:

·         Bukan Warga Negara Indonesia.

·         Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesi, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

1.    Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, dll.

2.    Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3.    Laba Usaha.

4.    Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

5.    Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

6.    Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

7.    Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8.    Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

9.    Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11. Keuntungan pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

14. Premi asuransi.

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16. Tambahan kekayaan netp yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

19. Surplus Bank Indonesia.

Tidak Termasuk Objek Pajak

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah

1.    Bantuan atau sumbangan.

2.    Harta hibahan yang diterima oleh keluarga .

3.    Warisan.

4.    Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

5.    Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh.

6.    Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan macam-macam asuransi.

7.    Dividen atau bagian laba yang diperoleh dari Perseroan Terbatas (PT).

8.    Iuran yang diperoleh dari dana pension.

9.    Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana peniun.

10. Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tdk terbagi atas saham-saham dll.

11. Penghasilan yang diperoleh dari perusahaan modal ventura

12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan yang ketentuannya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

13. Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yan bergerak dibidang pendidikan atau penelitian.

14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Pengurangan yang Diperkenankan Dalam Menghitung PPh Pasal 21

Pengurangan yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari biaya jabatan dan iuran pension/Jaminan Hari Tua (JHT). Sementara itu, untuk penerima pension, pengurang yang diperbolehkan hanya terdiri dari biaya pension. Berikut adalah uraian lebih rincinya:

Jenis Pengurang
Maksimal
Bulan
Tahun
Biaya Jabatan (5% X Penghasilan Bruto)
 Rp 500.000
 Rp 6.000.000
Biaya Pensiun (5% X Penghasilan Bruto)
 Rp 200.000
 Rp 2.400.000 

Read More

Tuesday 6 March 2018

akuntansi_akuntan

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA II

Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu 2 kali 24 jam setelah Surat Paksa dibertitahukan, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Setiap melaksanakan Penyitaan Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, dan saksi-saksi.

Barang yang disita dapat berupa:

1.       Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain.

2.       Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

Barang yang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:

1.       Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

2.       Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan 1 bulan beserta peralatan memasak yang ada dirumah.

3.       Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara.

4.       Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

5.       Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak melebihi Rp 20.000.000. Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.

6.       Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.


Lelang

Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara menawarkan harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan. Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.

Penjualan secara Lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah pengumuman lelang melalui media massa. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 kali dan untuk barang yang tidak bergerak dilakukan 2 kali. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp 20.000.000 tidak harus diumumkan melalui media massa.

Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar, sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% dari pokok lelang, dan secara tidak lelang biaya penagihan pajak 1% dari penjualan. Besarnya biaya penagihan pajak Rp 50.0000 untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp 100.000 untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untukk melunasi biaya penagihan pajak dan Utang Pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh Pejabat walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang.

Pencegahan Dan Penyanderaan

Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari Wilayah Republik Indonesia berdasarkan alas an tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Pencegahan dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas permintaan pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan. Jangka waktu pencegahan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan. Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapunya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.

Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya ditempat tertentu. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penaggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi pajak. Penyanderaan hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur Kepada Daerah Propinsi. Masa penyanderaan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan. Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, atau sedang mengikuti siding resmi atau sedang mengikuti pemilihan umum.

Gugatan

Gugatah Penanggung Pajak terhadap Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang yang hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak. Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan nama baik dang anti rugi kepada pejabat paling banyak Rp 5.000.000. Perubahan besarnya ganti rugi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.

Gugatan diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang dilaksanakan.

Ketentuan Pidana

Penanggung Pajak dilarang:

1.       Memindahkan hak, memidah tangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita.

2.       Membebani barang yang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu.

3.       Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fiducia atau digunakan untuk pelunasan utang terentu.

4.       Merusak, mencabut atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.

Penaggung pajak yang melanggar ketentuan diatas dipidan dengan penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000.
Read More

Followers